Ketua DPR Akbar Tanjung menyatakan bahwa pencabutan Tap MPRS XXV/1966 merupakan urusan fraksi-fraksi di Majelis Permusyarawatan Rakyat (MPR). Akbar sendiri sangat yakin sebagian besar fraksi di MPR tidak akan menyetujui pencabutan Tap MPRS tersebut.
Akbar menyatakan hal ini nenanggapi kontroversi akibat usulan Presiden Abdurrahman Wahid tentang pencabutan Tap MPRS XXV/1966 yang sejak minggu lalu terus menggelinding ke permukaan. Dia menyerukan, "Saat ini kita harus berpikir kepada sense of reality dan sense of urgency. Marilah Gus Dur kita ajak berpikir ke situ (sense of reality dan sense of urgency, red)."
Secara konstitusional, Akbar menegaskan bahwa pemerintah tidak berada pada posisi memutuskan atau melarang pencabutan Tap MPRS XXV/1996 yang melarang penyebaran ajaran Marxismen/Leninisme ini. Dia meminta agar hal ini diserahkan sepenuhnya kepada MPR. Akbar juga menambahkan bahwa pemerintah berada dalam posisi menjalankan keputusan-keputusan MPR. Sebaiknya pemerintah berkonsentrasi untuk melakukan apa yang telah diamanatkan pada GBHN. "Terutama di bidang ekonomi," tegas Akbar.
Secara umum, negara tidak harus berjalan atas apa yang disampaikan oleh Presiden Abdurrahman Wahid. MPR adalah lembaga tertinggi negara, dengan demikian jelas Akbar, presiden harus tunduk kepada MPR. Dirinya menyatakan bahwa apabila Gus Dur mendudukkan dirinya sebagai pribadi atau anggota parpol yang mengusulkan pencabutan TAP MPRS yang dinilai diskriminatif tersebut, seharusnya dirinya menyalurkan gagasan tersebut langsung ke fraksi PKB. "Nanti biar fraksi PKB yang memperjuangkannya di DPR," demikian tutur Akbar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar