Pencabutan Tap MPRS XXV/1966 tentang larangan penyebaran ajaran Marxisme/Leninisme seperti diusulkan Presiden Abdurrahman Wahid haruslah disertai dengan peningkatan ekonomi. "Jika itu tak bisa dicukupi, maka sebaiknya ditunda saja pencabutan itu," demikian tutur Kristiadi kepada pers dalam seminar bertajuk 'Evaluasi Perkembangan Terakhir di Indonesia' yang diselenggarakan CSIS (Center of Strategic and International Studies) di Jakarta Senin siang (03/04).
Kristiadi berpendapat, memang agak sulit untuk memutuskan apakah Tap MPRS XXV/1966 tersebut harus dicabut atau tidak. Baginya, komunisme berpotensi menawarkan impian, terutama soal janji keadilan sosial. "Kondisi kita saat ini sedang kritis dan masyarakat yang sedang terhimpit sangat gampang terbujuk dengan impian," jelas Kristiadi.
Pengamat Politik CSIS ini menyarankan, kebebasan sebaiknya dibuka lebih lebar apabila tingkat pendidikan rakyat dan kondisi ekonomi sudah memadai. Namun ia sendiri mengingatkan, komunisme tak bisa dilawan dengan aturan semacam Tap MPRS. Menurutnya, "Ideologi itu harus dilawan dengan kemakmuran, keadilan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat."
Mengenai kontroversi seputar pro-kontra pencabutan Tap MPRS XXV/1966 ini, Kristiadi menyesalkan pernyataan yang dilontarkan Menteri Hukum dan Perundang-undangan (Menkumdang) Yusril Ihza Mahendra yang bertentangan dengan ucapan Presiden Abdurrahman Wahid. Kristiadi berpendapat, "Gagasan Gus Dur jika ditangkap secara jernih mengandung suatu nilai yang harus dipikirkan."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar